KEPSEK; PASTI SEJAHTERAKAN GURU
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
nomor 6/ 2018 yang terbit tanggal 22 Maret 2018 dan diundangkan 9 April 2018
terdiri dari 12 bab dan 25 pasal. Batang tubuh dan isi peraturan ini memuat pokok-pokok
aturan perihal penugasan guru menjadi Kepala Sekolah; syarat dan ketentuan,
proses seleksi, penyiapan, penugasan, pengembangan profesi, pembinaan,
penilaian, periodesasi, dan
pemberhentian.
Dalam
bab keenam pasal kelimabelas ayat pertama sampai ayat kelima dijelaskan dengan
rinci tugas pokok kepala sekolah. Tugas pokok itu terdiri dari tugas manajerial,
tugas pengembangan kewirausahaan, dan supervisi kepada Guru dan Tenaga
Kependidikan. Bagi sekolah yang kekurangan tenaga pendidik, Kepala Sekolah
dapat melaksanakan tugas pembelajaran atau pembimbingan agar proses
pembelajaran atau pembimbingan tetap berlangsung pada satuan pendidikan yang
bersangkutan. Sementara bagi kepala sekolah yang mengelola Sekolah
Internasional Luar Negeri (SILN) mendapat tugas tambahan sebagai Duta
Kebudayaan.
Namun pernyataan pak
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indoensia di Gedung
Olah Raga Ki Magetan Jumat, 11/5/2018 seolah menohok teks diatas. Muhadjir
Effendi menyatakan, “………tugasnya tiga saja, bikin siswanya pintar, sekolahnya
maju, dan gurunya sejahtera,….."(https://www.jpnn.com/news/menteri-muhadjir-tugas-kepsek-bikin-gurunya-sejahtera,
22/1/2019). Pernyataan yang disampaikan dalam kunjungan kerja itu
mengundang tepuk tangan hadirin, terlebih pada kalimat sejahtera seakan
menjadi magnet yang mengundang gempita tepuk tangan guru yang ikut dalam
pertemuan itu.
Boleh jadi kata sejahtera mangandung ambiguitas.
Kebanyakan orang mungkin menganalogikan sejahtera dari simbolitas kebendaan
dan kuantitasnya. Emas, uang, deposito,
saham, rumah, kenderaan, sawah, ladang,
ternak, dan lainnya. Namun tak sedikit
pula menilainya dari kualitas dan rasa. Rasa aman, nyaman, selamat, dan
tenteram bagi mereka adalah kesejahteraan yang hakiki (https://kbbi.web.id/sejahtera, 22/1/2019)
Pertanyaannya adalah, bagian mana yang paling
realistis dijawab oleh kepala sekolah dari dua situasi diatas ? Pemenuhan atas
hajat kebendaan ataukah penciptaan rasa; salah satu atau kedua-duanya ? Mari
kita cermati situasi dibawah ini.
- Setiap awal semester para kepala sekolah sibuk merancang berbagai opsi agar guru memenuhi beban kerja sesuai ketentuan, akibatnya;
- Sebagian besar guru menerima SKTP-nya dan TPG-nya sesuai jadual.
- Guru yang tidak dikuotakan sebagai penerima TPG tetap melaksanakan tugas dengan komitmen dan motivasi tinggi.
- Para kepala sekolah senantiasa mendapatkan informasi terbaru berkaitan tatalaksana sekolah dan berbagi dengan guru dan tenaga pendidik
- Postingan berupa komentar ataupun foto pada akun media sosial guru dan kepala sekolah terlihat akrab, hangat dan saling menyemangati demi kemajuan sekolah.
Penggambaran
tiga situasi sederhana diatas memenuhi dua aspek yang dipertanyakan menyangkut kesejahteraan
dimaksud. Yaitu aspek kebendaan (TPG) dan aspek rasa (kepastian yang
mendatangkan rasa aman, nyaman, tentram). Oleh karena itu jawaban umum yang
dapat diberikan untuk pertanyaan, dapatkah Kepala Sekolah mensejahterakan Gurunya
?
Jawabnya
“DAPAT”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar