Selasa, 22 Januari 2019


KEPSEK; PASTI SEJAHTERAKAN GURU 

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 6/ 2018 yang terbit tanggal 22 Maret 2018 dan diundangkan 9 April 2018 terdiri dari 12 bab dan 25 pasal. Batang tubuh dan isi peraturan ini memuat pokok-pokok aturan perihal penugasan guru menjadi Kepala Sekolah; syarat dan ketentuan, proses seleksi, penyiapan, penugasan, pengembangan profesi, pembinaan, penilaian,  periodesasi, dan pemberhentian.
Dalam bab keenam pasal kelimabelas ayat pertama sampai ayat kelima dijelaskan dengan rinci tugas pokok kepala sekolah. Tugas pokok itu terdiri dari tugas manajerial, tugas pengembangan kewirausahaan, dan supervisi kepada Guru dan Tenaga Kependidikan. Bagi sekolah yang kekurangan tenaga pendidik, Kepala Sekolah dapat melaksanakan tugas pembelajaran atau pembimbingan agar proses pembelajaran atau pembimbingan tetap berlangsung pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Sementara bagi kepala sekolah yang mengelola Sekolah Internasional Luar Negeri (SILN) mendapat tugas tambahan sebagai Duta Kebudayaan.
Namun pernyataan pak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indoensia di Gedung Olah Raga Ki Magetan Jumat, 11/5/2018 seolah menohok teks diatas. Muhadjir Effendi menyatakan, “………tugasnya tiga saja, bikin siswanya pintar, sekolahnya maju, dan gurunya sejahtera,….."(https://www.jpnn.com/news/menteri-muhadjir-tugas-kepsek-bikin-gurunya-sejahtera, 22/1/2019). Pernyataan yang disampaikan dalam kunjungan kerja itu mengundang tepuk tangan hadirin, terlebih pada kalimat sejahtera seakan menjadi magnet yang mengundang gempita tepuk tangan guru yang ikut dalam pertemuan itu.
Boleh jadi kata sejahtera mangandung ambiguitas. Kebanyakan orang mungkin menganalogikan sejahtera dari simbolitas kebendaan dan kuantitasnya.  Emas, uang, deposito, saham,  rumah, kenderaan, sawah, ladang, ternak, dan lainnya. Namun tak sedikit pula menilainya dari kualitas dan rasa. Rasa aman, nyaman, selamat, dan tenteram bagi mereka adalah kesejahteraan yang hakiki (https://kbbi.web.id/sejahtera, 22/1/2019)
Pertanyaannya adalah, bagian mana yang paling realistis dijawab oleh kepala sekolah dari dua situasi diatas ? Pemenuhan atas hajat kebendaan ataukah penciptaan rasa; salah satu atau kedua-duanya ? Mari kita cermati situasi dibawah ini.
  1. Setiap awal semester para kepala sekolah sibuk merancang berbagai opsi agar guru memenuhi beban kerja sesuai ketentuan, akibatnya;
  2.  Sebagian besar guru menerima SKTP-nya dan TPG-nya sesuai jadual.
  3. Guru yang tidak dikuotakan sebagai penerima TPG tetap melaksanakan tugas dengan komitmen dan motivasi tinggi.
  4. Para kepala sekolah senantiasa mendapatkan informasi terbaru berkaitan tatalaksana sekolah dan berbagi dengan guru dan tenaga pendidik
  5. Postingan berupa komentar ataupun foto  pada akun media sosial guru dan kepala sekolah terlihat akrab, hangat dan saling menyemangati demi kemajuan sekolah.

Penggambaran tiga situasi sederhana diatas memenuhi dua aspek yang dipertanyakan menyangkut kesejahteraan dimaksud. Yaitu aspek kebendaan (TPG) dan aspek rasa (kepastian yang mendatangkan rasa aman, nyaman, tentram). Oleh karena itu jawaban umum yang dapat diberikan untuk pertanyaan, dapatkah Kepala Sekolah mensejahterakan Gurunya ?
JawabnyaDAPAT”.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar