Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan

Jumat, 26 Juli 2019


SELAMAT TINGGAL APLIKASI DAPODIK 2019

Aplikasi Dapodik 2019 sejak release pada awal tahun pelajaran 2018/ 2019 hingga saat ini telah mengalami lima kali perubahan. Beberapa perubahan mendasar dapat terlihat dari setiap kali patching baru diterbitkan. Perubahan itu dilakukan dalam rangka menghilangkan bugs yang ada pada aplikasi dan juga ditujukan untuk menyerap aturan terbaru yang berhubungan dengan pengelolaan sekolah.

Bercermin dari peristiwa tahun lalu dapat dipastikan memasuki tahun pelajaran 2019/ 2020 ini akan release pula Aplikasi Dapodik terbaru. Entah namanya Aplikasi Dapodik 2020, atau apa, belum dapat diterka. Sudah tentu konten yang ada dalam Aplikasi terbaru itu lebih kompleks dan fungsional. Sebutlah misalnya keharusan mengakitkan akun Kepala Sekolah, Bendahara, dan Guru. Tambahan fitur untuk mengentrikan NUKS Kepala Sekolah, pengisian tingkat kerusakan sarana-prasana sekolah, kelengkapan data peserta didik, rombel, pelajaran, dan lainnya.

Pengelolaan Aplikasi Dapodik terbaru itu nanti bersumber dari Data Prefill hasil sinkron Aplikasi sebelumnya. Validitas dan keakuratan Data Prefill akan mempengaruhi pengerjaan Aplikasi Dapodik terbaru. Untuk menjamin pengerjaan Aplikasi itu lanjay sebaiknya Kepala Sekolah mengingatkan operator agar;
  1. Melakukan peremajaan data melalui sinkronisasi bagi sekolah yang datanya tidak ada perubahan.
  2. Melakukan perubahan data Kepala Sekolah, Guru, Tata Usaha yang pensiun atau mutasi dengan; mengeluarkan bagi yang telah pensiun atau pindah dan tarik data jika ada personalia baru masuk
  3. Tidak melakukan perubahan data apapun pada peserta didik kelas terakhir  apalagi meluluskannya dengan Aplikasi Dapodik lama.
  4. Menghimpun data peserta didik baru untuk dientrykan pada Aplikasi Dapodik terbaru nantinya.
  5. Mengumpulkan data rombel, pembelajaran, wali kelas, dan tugas tambahan yang ditetapkan oleh Kepala Sekolah
  6. Secara periodik mengunjungi laman website Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di http://dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id/unduhan dan mendownload Aplikasi Dapodik terbaru diawal lounching.
  7. Berkonsultasi dengan Kepala Sekolah, Pengawas, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan jika ada hal-hal khusus yang perlu penanganan segera
  8. Senantiasa berkoordinasi dengan sejawat sesama operator.

Berpedoman pada lounching-nya Aplikasi Dapodik 2019.a diakhir Juli 2018 silam, terbitnya Aplikasi Dapodik terbaru mungkin tinggal menghitung hari. Adalah langkah bijak sekiranya operator sekolah sejak jauh hari telah menyiapkan komponen terkait dengan seksama sambil menetapkan prosedur dan capaian kerja. Pendek kata, jika memungkinkan akhir Agustus 2019 GTK telah dapat melihat data valid di laman http://info.gtk.kemdikbud.go.id/.
Aamiin..

Selasa, 18 Juni 2019


BOS REGULER; FROM THREE TO BE EIGHTEEN



Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler yang diterbitkan pada tanggal 22 Januari 2019 dan diundangkan pada tanggal 25 Januari 2019 ternyata tak berumur panjang. Pada tanggal 22 Mei 2019 terbit pula Peraturan Menteri pendidikan dan Kebudayaan Nomor 18 Tahun 2019 sebagai penggantinya.

Permendikbud Nomor 18 Tahun 2019 berisi tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler.

Perubahan pada Permendikbud Nomor 18 Tahun 2019 adalah mengembalikan batas ketentuan maksimal yang diterima berupa honor guru yayasan atau tenaga kependidikan dan nonkependidikan di Sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat paling banyak 30% dari total BOS reguler yang diterima.

Sedangkan untuk pembayaran honor bulanan guru atau tenaga kependidikan dan nonkependidikan honorer di Sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dapat menggunakan dana BOS Reguler paling banyak 15% (lima belas persen) dari total BOS Reguler yang diterima tidak ada perubahan.

Pembayaran honor sesuai besaran diatas diperuntukkan bagi guru honorer yang telah memiliki kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan mendapat penugasan dari pemerintah daerah dengan memperhatikan analisis kebutuhan guru dan penataan guru serta menyampaikan tembusan penugasan dimaksud kepada Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian bagi guru honor yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

Agak rawan memang terkait pembayaran honor, meski sudah memiliki S-1 atau D-IV namun jika tidak memiliki pengakuan baik dari Yayasan atau Dinas berupa penugasan dari pemerintah daerah atau minimal Kepala Dinas Pendidikan, maka prosentase 15% atau 30% sesuai dengan ketentuan bisa di anggap rancu dalam bentuk pelaporan.

Perbedaan antara Permendikbud Nomor 18 Tahun 2019 dengan Permendikbud Nomor 3 Tahun 2019 yakni lebih detail dan terperinci, sehingga akan lebih memudahkan dalam menyusun dan membuat laporan pertanggungjawaban.

Perlu diingat bahwa Penggunaan dana yang pelaksanaannya sifatnya kegiatan, biaya yang dapat dibayarkan dari BOS Reguler meliputi pengadaan alat tulis kantor atau penggandaan materi, biaya penyiapan tempat kegiatan, honor narasumber lokal sesuai standar biaya umum setempat, dan/atau perjalanan dinas dan/atau penyediaan konsumsi bagi panitia dan narasumber apabila dibutuhkan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan terkait jasa profesi atau honor narasumber, hanya dapat diberikan kepada narasumber yang mewakili instansi resmi di luar Sekolah, untuk Pramuka seperti Kwartir Daerah (Kwarda), untuk olahraga seperti Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) daerah, Badan Narkotika Nasional (BNN), dinas pendidikan, dinas kesehatan, unsur keagamaan, dan atau lainnya berdasarkan surat tugas yang dikeluarkan oleh instansi yang diwakilinya atau yang berwenang.

Jika ada kegiatan pelaksanaan berupa pekerjaan fisik, maka penggunan dana dan besaran biaya yang dapat dibayarkan dari dana BOS Reguler meliputi pembayaran upah tukang sesuai dengan standar biaya umum setempat diwilayah tersebut baik itu bahan, transportasi, dan atau konsumsi. 

Berikut 18 Larangan Penggunaan Dana BOS - Permendikbud Nomor 18 Tahun 2019
1.          disimpan dengan maksud dibungakan.
2.          dipinjamkan kepada pihak lain.
3.          membeli perangkat lunak (software) atau untuk pelaporan keuangan Bantuan Operasional Sekolah Reguler atau software sejenis.
4.        sewa aplikasi pendataan atau aplikasi PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) dalam jaringan (daring).
5.       membiayai kegiatan yang tidak menjadi prioritas Sekolah, antara lain studi banding, karya wisata, dan sejenisnya.
6.    membayar iuran kegiatan yang diselenggarakan oleh Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Kelompok Kerja Guru (KKG), unit pelaksana teknis daerah kecamatan, kabupaten/kota, atau provinsi, unit pelaksana teknis, atau pihak lainnya.
7.       membiayai akomodasi kegiatan yang diselenggarakan oleh Sekolah antara lain sewa hotel, sewa ruang sidang, dan lainnya.
8.           membeli pakaian, seragam, atau sepatu bagi guru atau peserta didik untuk kepentingan pribadi  (bukan inventaris Sekolah).
9.          digunakan untuk rehabilitasi sedang dan berat.
10.   digunakan untuk rehabilitasi prasarana Sekolah dengan kategori rusak sedang dan rusak berat.
11.       membangun gedung atau ruangan baru.
12.       membeli lembar kerja siswa.
13.       membeli bahan atau peralatan yang tidak mendukung proses pembelajaran.
14.       membeli saham.
15.       membiayai iuran dalam rangka upacara peringatan hari besar nasional.
16.       membiayai penyelenggaraan upacara atau acara keagamaan.
17.   membiayai kegiatan dalam rangka mengikuti pelatihan, sosialisasi, pendampingan terkait program BOS Reguler atau perpajakan program BOS Reguler yang diselenggarakan lembaga di luar dinas pendidikan provinsi, kabupaten atau kota, dan atau Kementerian; dan atau
18.    membiayai kegiatan yang telah dibiayai secara penuh dari sumber dana Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau sumber lainnya.

Komponen Pembiayaan BOS Reguler dan sebagainya, untuk lebih jelasnya silahkan Download atau Simak secara langsung Permendikbud Nomor 18 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler.

Bandingkan  Permendikbud Nomor 18 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler.

Download Permendikbud No 3/ 2019    DISINI
Download Permendikbud No 18/ 2019 DISINI

Kamis, 14 Februari 2019

Akreditasi merupakan proses yang berkesinambungan dari evaluasi diri, refleksi, dan perbaikan. Akreditasi dapat juga diartikan sebagai proses evaluasi dan penilaian mutu institusi yang dilakukan oleh asesor berdasarkan standar mutu yang telah ditetapkan, atas pengarahan suatu badan atau lembaga akreditasi mandiri di luar institusi yang bersangkutan; hasil akreditasi merupakan pengakuan bahwa suatu institusi telah memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan itu, sehingga layak untuk beroperasai dan menyelenggarakan program-programnya.

Akreditasi sekolah merupakan kegiatan penilaian sekolah secara sistematis dan komprehensif melalui kegiatan evaluasi internal dan evaluasi eksternal untuk menentukan kelayakan dan kinerja sekolah. Kegiatan evaluasi internal dapat dilihat dari sejumlah upaya penggalian dan pengkajian  potensi sekolah dan capaian yang telah diperoleh. Sementara kekgiatan evaluasi eksternla dapat dilihat dari visitasi dan pembinaan yang dilakukan oleh perorangan maupun Lembaga dalam rangka peningkatan mutu sekolah.

Akreditasi dapat dipandang sebagai instrumen regulasi diri, dengan maksud agar Sekolah dapat memahami kekuatan dan kelemahan diri; dan berdasarkan atas pemahaman kekuatan dan kelemahan diri tersebut, Sekolah dapat melakukan perbaikan mutu secara berkelanjutan. Akreditasi juga dapat dipandang sebagai hasil penilaian dalam bentuk sertifikasi formal terhadap kondisi suatu Sekolah yang telah memenuhi standar layanan tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Hasil penilaian yang diberikan oleh Lembaga akreditasi wujudnya berupa selembar sertifikat berisi skor dan peringkat sekolah .Skor menentukan kelompok sekolah,  ada Sekolah yang terakreditasi dan ada pula yang tidak terakreditasi. Bagi sekolah yang terakreditasi perolehan skor penilaian menentukan kelompoknya dengan peringkat A, B, dan C.

Hasil akreditasi sekolah oleh Lembaga akreditasi yang ditetapkan pemerintah ditujukan untuk pembinaan dan peningkatan mutu sekolah. Namun pada kenyataanya falsafah ini tidak linier dengan perlakuan dilapangan. Hasil akreditasi sekolah hanya berupa sajian kastanisasi sekolah. Lama kelamaan justru berkontribusi pada ketidakmerataan mutu sekolah. Bahkan lebih miris lagi adanya anggapan nilai delapan puluh (80) pada sekolah berakreditasi C hanya setara dengan nilai empat puluh (40) pada sekolah berakreditasi A, dan banyak lagi perumpamaan lainnya.

Kedepannya perlu semacam pemikiran untuk meringkaskan hasil akreditasi sekolah menjadi dua saja; terakreditasi dan tidak terakreditasi. Dengan demikian diharapkan terjadi pemerataan kesempatan untuk meningkatkan mutu bagi semua sekolah. 

Jangan gemuk semakin gemuk, wik,wik…



Sabtu, 09 Februari 2019

BATIK; ANTARA KEINDAHAN DAN PREMIS

Sejak dahulu Indonesia terkenal sebagai negara yang kaya akan keragaman budaya. Mulai dari beragamnya tarian khas, alat musik, rumah adat dan lain-lain, termasuk batik. Batik yang merupakan seni melukis di atas kain digambar dengan pola dan dengan cara pembuatan yang khusus yaitu menuliskan atau menempelkan zat lilin (malam) pada kain. Sehingga tak dapat disalahkan jika ada sebuttan lain untuk batik, yaitu kain bergambar yang sudah mempunyai pola dan cara penggambaran khusus dengan cara menempelkan atau menuliskan malam (zat lilin) pada kain tersebut.

Saat ini diketahui bahwa setiap daerah mempunyai batik dengan motif khas masing-masing. Motif yang beragam ini  dipengaruhi oleh ciri khas budaya dan juga keyakinan di tiap daerah tersebut. Total motif yang tercatat pada kain batik di Indonesia sekarang adalah 30 jenis motif. Hampir menyamai jumlah provinsi di Indonesia.

Setiap motif yang dituliskan pada selembar kain hingga menjadi batik mengandung filosofi serta makna tersendiri. Motif yang hendak dilukis benar-benar dipilih kenidahna dan makna yang dikandungnya. Ada unsur estetika dan etika disitu. Hasilnya tidak hanya sekedar kain yang digunakan untuk menutup tubuh, namun mempunyai arti yang sangat mendalam bagi masyarakat di daerah itu. Sehingga tak jarang ada motif batik yang disakralkan dan hanya boleh digunakan oleh kalangan tertentu.

Dalam perkembangannya batik pun digunakan dengan padu-padan yang dipakai secara bersamaan untuk mengaktualisasikan kekompakan. Diberbagai sekolah, perusahaan, komunitas banyak sekali dijumpai penggunaan batik sebagai bentuk identitas kolektif. Batik yang digunakan bercorak sama, bermotif menarik dan benar benar mewakili komunitasnya.

Komunitas dengan pakaian seragam terkesan lebih solid dan memiliki jiwa korsa yang lebih tinggi dibanding komunitas dengan pakaian kasual biasa. Setiap anggota komunitas mewakili komunitasnya, demikian pula sebaliknya. Seakan antara individu dalam komunitas terikat dalam satu kohesi saling menguatkan komunitas itu.

Sederhananya, antara komunitas, batik seragam, dan keterikatan keanggotaan merupakan sebuah premis. Jabaran landasan kesimpulan itu terkesan ekstrim dengan silogisma; “ini merupakan komunitas dengan individu berseragam batik, selagi berseragam batik maka individu itu adalah anggota komunitas”.
Sekiranya silogisme diatas benar, apakah patut dipertentangkan lagi antara keindahan batik dan premis yang dikandungnya (you know what i mean lah yau...)?

Yuk kita jawab singmasing...

Rabu, 06 Februari 2019

PERAN KITA SONGSONG REVOLUSI 4.0


Kepala sekolah memiliki peranan strategis dalam peningkatan mutu satuan pendidikan. Berdasarkan Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah, saat ini jabatan kepala sekolah bukan lagi tugas tambahan, tetapi sebagai tugas pokok.


Pasal 1 ayat (1) Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018 bahwa "Kepala Sekolah adalah guru yang diberi tugas untuk memimpin dan mengelola satuan pendidikan yang meliputi taman kanak-kanak (TK), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar (SD), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), sekolah menengah atas luar biasa (SMALB), atau Sekolah Indonesia di Luar Negeri."


Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018 menjadikan kepala sekolah fullsebagai pemimpin dan manajer sekolah, tidak lagi dibebani tugas mengajar. Hal ini bertujuan agar kepala sekolah dapat fokus melaksanakan tugasnya untuk meningkatkan mutu sekolah.  Pasal 15 ayat (1) menyatakan bahwa "Beban kerja Kepala Sekolah sepenuhnya untuk melaksanakan tugas pokok manajerial, pengembangan kewirausahaan, dan supervisi kepada Guru dan tenaga kependidikan." Lalu pada ayat (2) dinyatakan bahwa "Beban kerja Kepala Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mengembangkan sekolah dan meningkatkan mutu sekolah berdasarkan 8 (delapan) standar nasional pendidikan."

Sebagai seorang pemimpin, dia harus memimpin dan memberdayakan sejumlah pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah yang dipimpinnya untuk bersama-sama mencapai visi dan misi sekolah. Ada 5 (lima) kompetensi yang harus dimilikinya, antara lain; (1) kompetensi kepriadian, (2) kompetensi manajerial, (3) kompetensi kewirausahaan, (4) kompetensi supervisi, dan (5) kompetensi sosial.
Sebagai manajer sekolah, dia harus meningkatkan mutu sekolah dalam rangka mencapai 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP), yang meliputi (1) Standar Kelulusan, (2) Standar Isi, (3) Standar Proses, (4) Standar Penilaian, (5) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, (6) Standar Pengelolaan, (7) Standar Sarana dan Prasarana, (8) Standar Pembiayaan.

Ada beberapa hal yang dikelola oleh kepala sekolah sebagai seorang manajer, antara lain, (1) pengelolaan kurikulum, (2) pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan, (3) pengelolaan kesiswaan, (4) pengelolaan sarana dan prasarana, (5) pengelolaan keuangan, (6) penerimaan peserta didik baru, (7) pengelolaan lingkungan sekolah, dan sebagainya.

Merujuk kepada uraian tersebut di atas, maka tugas seorang kepala sekolah memang cukup berat. Walau demikian, seorang kepala yang memiliki visi yang jelas, tentunya akan berupaya sekuat tenaga untuk memimpin dan mengelola sekolah dengan sebaik-baiknya. Saat ini untuk menjadi kepala sekolah harus melalui berbagai tahapan seleksi, mulai seleksi administratif, seleksi akademik, hingga harus lulus diklat calon kepala sekolah.

Kepala sekolah disamping harus memimpin sekolah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, juga harus mampu menyikapi dan beradaptasi terhadap berbagai dinamika yang berkembang dengan cepat, misalnya dalam implementasi kurikulum, aturan PPDB, peningkatan kompetensi guru, peningkatan kompetensi kepala sekolah, dan sebagainya. 
elum lagi, di masa otonomi daerah saat ini, seorang kepala sekolah disamping harus mengamankan kebijakan pemerintah pusat, juga harus mengamankan kebijakan kepala daerah, bahkan secara politis, kadang pengaruh kebijakan kepala daerah lebih dominan daripada kebijakan pemeritah pusat, karena kepala sekolah diangkat dan ditempatkan oleh kepala daerah.

Saat ini dunia pendidikan dihadapkan pada sejumlah tantangan. Seorang kepala sekolah yang visioner tentunya memiliki kepekaan dan kecepatan dalam merespon atau menjawab tantangan tersebut. Di era revolusi industri 4.0 saat ini, masalah strategis yang banyak mendapatkan perhatian adalah, pentingnya meningkatkan mutu lulusan untuk bisa bersaing dengan dalam dunia kerja. 

Walau sepintas hal tersebut identik dengan jenjang SMK, tetapi secara kebijakan, implementasi kurikulum 2013 yang menggantikan kurikulum 2006 bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan sekaligus daya saing lulusan pada setiap jenjang.
Era revolusi industri 4.0 adalah sebuah era dimana pekerjaan sudah banyak dilakukan secara digital. Hanya dengan menggunakan satu perangkat, bisa digunakan untuk mengatur beberapa pekerjaan (multi tasking). Istilahnya tinggal sentuh layar, maka pekerjaan pun dapat dilakukan atau kebutuhan pun dapat terpenuhi. Saat ini banyak pekerjaan atau dokumen yang sudah serba elektronik (e-), seperti e-KTP, e-passport,  e-book, e-learning, e-ticket, e-banking, e-commerce, e-toll, dan sebagainya.

Revolusi industri 4.0 yang juga dikenal dengan era digitalisasi memberikan konsekuensi hilangnya sekian banyak pekerjaan karena selain tidak dapat bersaing, juga sebagian sudah diganti oleh mesin dan komputer. Walau demikian, era ini juga melahirkan pekerjaan-pekerjaan baru yang banyak bersentuhan dengan dunia digital. Perusahaan-perusahaan baru muncul dengan berbasis TIK. 

Sarana transportasi, makanan, minuman, hotel, laundry, dan sebagainya saat ini bisa dipesan secara online. Pemesan tidak perlu capai pergi atau belanja sendiri. Cukup memesan menggunakan gawai, dan tinggal menunggu pesanan dikirim. Hal itu menjadikan waktu dan tenaga lebih efektif dan lebih efisien. Pemesan tinggal menunggu datangnya pesanan. 

Pembayarannya ada yang secara online via transfer, tapi ada juga yang bayar di tempat. Oleh karena itu, penguasaan terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mutlak diperlukan, karena hal tersebut menjadi alat yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Penguasaan TIK pun penting dikuasai oleh guru, karena TIK selain digunakan sebagai sarana belajar, juga menjadi salah satu sumber belajar, bahkan banyak sekali digunakan seiring dengan semakin meningkatkan kebutuhan terhadap penggunaan perangkat TIK. Guru jangan sampai gaptek alias gagap teknologi, karena tidak tertutup kemungkinan justru siswanya yag lebih piawai menggunakan perangka TIK dibandingkan dengan gurunya.

Mengingat pentingnya penguasaan TIK dalam kegiatan pembelajaran, maka kepala sekolah perlu melakukan beberapa langkah. Pertama, peningkatan kompetensi guru dalam pemanfaatan TIK dalam pembelajaran. Kedua, pengadaan sarana dan prasana penunjang seperti laboratorium komputer, jaringan internet, sumber belajar, alat-alat peraga, dan media pembelajaran berbasis TIK. Ketiga, membuka kerjasama dengan perusahaan provider, atau operator TIK baik dalam bentuk kerjasama pelatihan atau penyediaan perangkat TIK.

Pentingnya peningkatan kemampuan pemanfaatan TIK bukan hanya untuk guru saja, tetapi juga untuk tenaga kependidikan (staf) dan siswa. Staf yang melek TIK akan membantu sekolah dalam memberikan layanan operasional dan layanan Sistem Data dan Informasi (SIM). Pemanfaatan TIK dalam pembelajaran akan menciptakan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Para siswa akan antusias dalam mengikuti pembelajaran.  

Para siswa zaman now atau yang suka disebut sebagai generasi Z atau generasi millennial sudah sangat familiar dengan TIK. Oleh karena itu, tugas kepala sekolah hanya memfasilitasi penyediaan sarana dan prasarana serta membuka ruang kreativitas pembelajaran berbasis TIK.

Di sekolah-sekolah tertentu ada yang menerapkan kebijakan pelarangan penggunaan HP di kalangan siswa dengan alasan rawan disalahgunakan. Menurut saya, upaya tersebut sebenarnya langkah preventif, tetapi seolah menjauhkan diri dari pemanfaatan TIK. Oleh karena itu, perlu ada kebijakan yang proporsional berkaitan dengan pemanfaatan TIK di kalangan siswa, misalnya siswa mengunakan HP hanya saat belajar yang memang membutuhkan untuk memanfaatkan HP, dan selain itu dilarang, karena HP dapat menjadi sarana sumber belajar.

Internet saat ini sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat, termasuk siswa. Bahkan 24 jam, mulai bangun tidur sampai tidur lagi seseorang tidak dapat lepas dari koneksi internet. Melalui berbagai aplikasi yang diunduh dari play store, anak-anak juga bisa belajar dan melatih kreativitas mereka. Walau demikian, penggunaan perlu didampingi oleh orang tua agar tidak salahgunakan.

Sekolah-sekolah yang mengotimalkan TIK dalam layanan pendidikan dan  pembelajaran akan menjadikan mereka sekolah unggul dan berkualitas. Para siswanya pun ada yang berhasil menjadi juara olimpiade atau membuat sebuah karya inovatif. Hal tersebut tentunya akan berdampak positif terhadap prestasi dan "nilai jual" sekolah di mata masyarakat, karena saat ini masyarakat juga semakin kritis terhadap mutu sekolah.

Kepala sekolah sebagai pemimpin dan manajer sekolah memiliki kewenangan dalam pengembangan TIK di sekolah. Walau demikian, terbatasnya "dana" biasanya menjadi kendala klasik dalam mewujudkan hal tersebut. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut untuk memiliki jiwa kewirausahaan, pandai membuka jaringan dan kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan (stakeholder)seperti komite sekolah, dunia usaha dan industri (DUDI), dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai bentuk sinergi dalam melaksanakan program tersebut. Wallaahu a'lam.

Kamis, 31 Januari 2019


you

Frankenstein adalah fiksi;
Kisah manusia jadi-jadian yang diciptakan oleh Mary Shelley pada abad ke-19 itu menggambarkan sosok laki-laki yang dihidupkan dari mayat melalui kejutan listrik, bertubuh besar, rambut awut-awutan, dan memiliki kecerdasannya luar biasa. Perlu waktu satu abad bagi orang untuk merekayasa sosok yang menjadi tokoh ilmuwan kompulsif yang mencoba mensiasati maut dengan menciptakan kehidupan. Horor Frankenstein  mewujud pertama kali pada tahun 1931 melalui filem yang dibuat oleh James Whale.

Frankenstein adalah semiotik;
Beredar luasnya ketikan berbunyi Himbauan dari Pusat dikalangan guru yang disebarkan via aplikasi Whatsapp agar mengikuti kegiatan MGMP ditanggapi dengan perasaan ngeri. Pesan yang hampir sebagian besar isinya berupa ancaman itu membuat kalang kabut dan galau pikiran sejumlah guru. Betapa tidak, resume logis dari tidak patuh pada himbauan itu membuat guru terhambat kepangkatan bahkan terhenti pencairan TPG-nya. Alamak…

Kompilasi Peraturan Pemerintah nomor 19/2017 tentang Guru pada pasal 52 ayat 2 mengenai pemenuhan beban kerja dan pemenuhan beban kerja jo Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 33/ 2018 tentang kriteria dan mekanisme penyaluran tunjangan profesi pada point (C) pasal 4 mengenai kehadiran guru dan tenaga kependidikan yang harus dilakukan dengan login pada laman http://hadir.gtk.kemdibud.go.id menghendaki kalkulasi seksama agar kegiatan MGMP itu dapat diikuti. Praktik pemenuhan tatap muka 24 jam perminggu  dan pemenuhan jam kerja 37,5 jam perminggu yang ada saat ini sudah sangat mengunci gerak guru untuk tidak meninggalkan sekolah pada jam dinas.

Catatan empiris UPT SMP Negeri XXX yang telah menggunakan perangkat elektronik untuk menghitung durasi dan kehadiran guru disekolah pada bulan Oktober 2018 dengan mengambil 3 kondisi transaksi kehadiran terhadap 15 orang guru menghasilkan data seperti tabel berikut;

NO
WAKTU
JUMLAH TRANSAKSI SEHARUSNYA
JUMLAH TRANSAKSI TERJADI
JUMLAH TRANSAKSI MEMENUHI
1
Hari
30
28
25
2
Minggu
180
148
132
3
Bulan
750
615
575

Sulitnya memenuhi durasi jam kerja oleh guru berdasar catatan yang ada disebabkan oleh dinas luar, sakit, izin, terlambat datang, dan cepat pulang. Kegiatan dinas luar seperti MKKS, MGMP, Seminar, dan mendampingi siswa mengikuti kegiatan diluar sekolah menjadi penyumbang terbesar dengan angka 73.2%.

Dengan melakukan perbandingkan terbalik jumlah transaksi kehadiran yang memenuhi ketentuan dengan jumlah hari berbanding lurus jumlah transaksi perhari diperoleh rumus untuk menghitung kehadiran efektif sebagai berikut;


Jika jumlah guru UPT SMP Negeri XXX 15 orang, maka kehadiran efektif guru pada bulan Oktober 2018 menjadi;
        

Dengan angka kehadiran efektif 11.5 dan dibulatkan kebawah menjadi 11, dapat diartikan dari 15 orang guru hanya 11 orang guru yang kehadirannya memenuhi ketentuan. Bila premis diatas dikaitkan dengan pencairan TPG, maka silogisma yang mungkin dikemukan adalah “dari 15 orang guru penerima TPG, hanya 11 orang yang tidak terhambat pencairan karena kehadiran pada bulan Oktober 2018”.

Frankenstein adalah dilema;
Mengacuhkan MGMP dan mengabaikan kehadiran; TPG terhambat. Mengacuhkan  kehadiran dan mengabaikan MGMP; TPG terhambat. Bagaikan menunggu pengetosan koin bermuka sama, hasilnya pasti dapat ditebak. Memilih bagian muka pasti kalah, memilih bagian belakang juga kalah. Kalah dan tak berdaya. Meratap pilu mengenang syair TPG adalah penghargaan terhadap guru yang dulu nyaring dilagukan pak Menteri.

Frankenstein kita lawan;
Eits, tunggu dulu. Jangan emosi lantas marah, itu merusak kesehatan dan mengurangi kecerdasan. Mari kita kembali pada  dua konklusi diatas. Konklusi yang diperoleh dari dua premis; kehadiran dan MGMP. Sumber hukum perhitungan kehadiran guru untuk pencairan TPG berasal dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Naskahnya otentik ada, ditanda tangani, dan diundangkan dalam lembaran negara. Klasifikasi dokumen memenuhi Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia nomor 31/2012. Sementara sumber hukum mengikuti kegiatan MGMP berasal dari Himbauan dari Pusat. Tak dijelaskan pusat yang mana, pusat yang bagaimana, dan pusat siapa. Naskah otentik tidak ada, tidak ditanda tangani, tidak diundangkan. Klasifikasi dokumen tidak dapat ditetapkan.

Jadi…
Frankenstein…
Hoax; fiksi yang gagal jadi realita