Kamis, 14 Februari 2019

Akreditasi merupakan proses yang berkesinambungan dari evaluasi diri, refleksi, dan perbaikan. Akreditasi dapat juga diartikan sebagai proses evaluasi dan penilaian mutu institusi yang dilakukan oleh asesor berdasarkan standar mutu yang telah ditetapkan, atas pengarahan suatu badan atau lembaga akreditasi mandiri di luar institusi yang bersangkutan; hasil akreditasi merupakan pengakuan bahwa suatu institusi telah memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan itu, sehingga layak untuk beroperasai dan menyelenggarakan program-programnya.

Akreditasi sekolah merupakan kegiatan penilaian sekolah secara sistematis dan komprehensif melalui kegiatan evaluasi internal dan evaluasi eksternal untuk menentukan kelayakan dan kinerja sekolah. Kegiatan evaluasi internal dapat dilihat dari sejumlah upaya penggalian dan pengkajian  potensi sekolah dan capaian yang telah diperoleh. Sementara kekgiatan evaluasi eksternla dapat dilihat dari visitasi dan pembinaan yang dilakukan oleh perorangan maupun Lembaga dalam rangka peningkatan mutu sekolah.

Akreditasi dapat dipandang sebagai instrumen regulasi diri, dengan maksud agar Sekolah dapat memahami kekuatan dan kelemahan diri; dan berdasarkan atas pemahaman kekuatan dan kelemahan diri tersebut, Sekolah dapat melakukan perbaikan mutu secara berkelanjutan. Akreditasi juga dapat dipandang sebagai hasil penilaian dalam bentuk sertifikasi formal terhadap kondisi suatu Sekolah yang telah memenuhi standar layanan tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Hasil penilaian yang diberikan oleh Lembaga akreditasi wujudnya berupa selembar sertifikat berisi skor dan peringkat sekolah .Skor menentukan kelompok sekolah,  ada Sekolah yang terakreditasi dan ada pula yang tidak terakreditasi. Bagi sekolah yang terakreditasi perolehan skor penilaian menentukan kelompoknya dengan peringkat A, B, dan C.

Hasil akreditasi sekolah oleh Lembaga akreditasi yang ditetapkan pemerintah ditujukan untuk pembinaan dan peningkatan mutu sekolah. Namun pada kenyataanya falsafah ini tidak linier dengan perlakuan dilapangan. Hasil akreditasi sekolah hanya berupa sajian kastanisasi sekolah. Lama kelamaan justru berkontribusi pada ketidakmerataan mutu sekolah. Bahkan lebih miris lagi adanya anggapan nilai delapan puluh (80) pada sekolah berakreditasi C hanya setara dengan nilai empat puluh (40) pada sekolah berakreditasi A, dan banyak lagi perumpamaan lainnya.

Kedepannya perlu semacam pemikiran untuk meringkaskan hasil akreditasi sekolah menjadi dua saja; terakreditasi dan tidak terakreditasi. Dengan demikian diharapkan terjadi pemerataan kesempatan untuk meningkatkan mutu bagi semua sekolah. 

Jangan gemuk semakin gemuk, wik,wik…



Tidak ada komentar:

Posting Komentar