Akreditasi merupakan
proses yang berkesinambungan dari evaluasi diri, refleksi, dan perbaikan.
Akreditasi dapat juga diartikan sebagai proses evaluasi dan penilaian mutu
institusi yang dilakukan oleh asesor berdasarkan standar mutu yang telah
ditetapkan, atas pengarahan suatu badan atau lembaga akreditasi mandiri di luar
institusi yang bersangkutan; hasil akreditasi merupakan pengakuan bahwa suatu
institusi telah memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan itu, sehingga layak
untuk beroperasai dan menyelenggarakan program-programnya.
Akreditasi sekolah merupakan
kegiatan penilaian sekolah secara sistematis dan komprehensif melalui kegiatan
evaluasi internal dan evaluasi eksternal untuk menentukan kelayakan dan kinerja
sekolah. Kegiatan evaluasi internal dapat dilihat dari sejumlah upaya
penggalian dan pengkajian potensi
sekolah dan capaian yang telah diperoleh. Sementara kekgiatan evaluasi
eksternla dapat dilihat dari visitasi dan pembinaan yang dilakukan oleh
perorangan maupun Lembaga dalam rangka peningkatan mutu sekolah.
Akreditasi dapat
dipandang sebagai instrumen regulasi diri, dengan maksud agar Sekolah dapat
memahami kekuatan dan kelemahan diri; dan berdasarkan atas pemahaman kekuatan
dan kelemahan diri tersebut, Sekolah dapat melakukan perbaikan mutu secara
berkelanjutan. Akreditasi juga dapat dipandang sebagai hasil penilaian dalam
bentuk sertifikasi formal terhadap kondisi suatu Sekolah yang telah memenuhi
standar layanan tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Hasil penilaian yang
diberikan oleh Lembaga akreditasi wujudnya berupa selembar sertifikat berisi skor
dan peringkat sekolah .Skor menentukan kelompok sekolah, ada Sekolah yang terakreditasi dan ada pula
yang tidak terakreditasi. Bagi sekolah yang terakreditasi perolehan skor
penilaian menentukan kelompoknya dengan peringkat A, B, dan C.
Hasil akreditasi sekolah
oleh Lembaga akreditasi yang ditetapkan pemerintah ditujukan untuk pembinaan
dan peningkatan mutu sekolah. Namun pada kenyataanya falsafah ini tidak linier
dengan perlakuan dilapangan. Hasil akreditasi sekolah hanya berupa sajian kastanisasi
sekolah. Lama kelamaan justru berkontribusi pada ketidakmerataan mutu sekolah. Bahkan
lebih miris lagi adanya anggapan nilai delapan puluh (80) pada sekolah berakreditasi
C hanya setara dengan nilai empat puluh (40) pada sekolah berakreditasi A, dan
banyak lagi perumpamaan lainnya.
Kedepannya perlu semacam
pemikiran untuk meringkaskan hasil akreditasi sekolah menjadi dua saja; terakreditasi
dan tidak terakreditasi. Dengan demikian diharapkan terjadi pemerataan
kesempatan untuk meningkatkan mutu bagi semua sekolah.
Jangan gemuk semakin gemuk, wik,wik…